Saturday, December 31, 2016

Adios 2016, Bienvenido 2017

Good bye 2016, Welcome 2017

So this is the last night of 2016. Seperti biasa, aku menjalankan ritual malam tahun baru: stay home, makan enak, nonton sepuasnya, minum teh (tahun-tahun sebelumnya minum kopi, sebelum masalah lambung menerpa *halah*), baca buku dan tidur. Senang rasanya masih bisa menjalankan tradisi ini meskipun sedang jauh dari rumah. Pada awalnya aku memiliki banyak rencana untuk malam tahun baru, mulai dari pergi ke Skotlandia, nonton kembang api di London Eye, dan yang baru saja aku putuskan untuk batal: pergi ke Centenary Square, pusat perayaan tahun baru di Birmingham. Diam di rumah adalah pilihan tepat, untuk orang yang tidak menyukai keramaian seperti aku. I feel like I'm still me although I'm thousands miles away from home.

Seperti biasa saat malam tahun baru, aku melihat kembali apa yang terjadi selama satu tahun ke belakang. Awal 2016 sejujurnya tidak terlalu baik untukku, sampai bulan Maret dan April. Sampai akhirnya perlahan tapi pasti, 2016 menjadi tahun yang sangat menakjubkan. Satu demi satu wish list-ku terlaksana. Mulai dari berkunjung ke tempat Shakespeare, sampai menonton pertandingan Liverpool. Oke, tahun ini tidak ada agenda solo travelling, but hey I will definitely do it as soon as possible.

Overall, 2016 was so amazing. I got scholarship to pursue higher education -in the field I really like-, I moved on (finally), I found love -not only one but a lot of loves around me-, I made a lot of new friends, there's nothing to regret and I'm happy with my life. If there were some issues, well, that's what life is about. I wish in 2017, all of those problems will be solved well.

2017...
I'm ready, I must be. I wish for a better year in 2017. Bismillah... May Allah bless me and the loved ones to have a wonderful year ahead.

Bienvenido 2017, puedes ser un buen año para mi-Welcome 2017, may you be a good year for me.


Birmingham, 31 December 2016

Thursday, September 8, 2016

Road to Birmingham

Saat tulisan ini dibuat, aku sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke Birmingham minggu depan (termasuk harap-harap cemas menanti visa, menanti SA dan menanti jodoh *eh*. Semoga semua dapat datang tepat waktu. Termasuk yang ketiga).

Perjalanan menuju kuliah di University of Birmingham dimulai awal tahun lalu, saat aku datang ke UK Education Expo di Hotel Sahid. Sebenarnya aku tidak pernah memasukan UoB dalam opsi tujuan kuliahku. Aku dulu sangat ingin kuliah di St. Andrews, sampai sudah membayangkan duduk-duduk di kastil atau rerumputan sambil baca buku, terus tiba-tiba ada cowok ganteng menghampiri dan bilang: "Hey you read that book? That's my favorite too!". Kyaaaaa. (Oke imajinasi gue emang berlebihan).

Sampai ketika negara api menyerang. Perwakilan UoB di UK Education Expo sukses meyakinkanku untuk memilih kampus ini. Mas-mas ganteng bermata biru yang atraktif betul-betul sukses merayuku untuk mendaftar ke UoB. Well, jawaban profesional-nya: karena UoB menawarkan Asia Pasific Security Studies, sesuai dengan minat dan pekerjaanku sekarang *kibas kerudung*. Anw, di atas kertas syarat untuk masuk UoB tidak susah. IELTS 6,5 dengan setiap band minimal 6. Taaapppiiii.... Buatku ini susah. Aku tes IELTS pertama kali di bulan Agustus 2015, seminggu setelah pindah ke instansi yang baru. Ngeri-ngeri sedap karena tanpa persiapan. Kesibukan masa transisi benar-benar membuatku tidak belajar sama sekali. Nekat aja gitu. Hasilnya... 6.5 sih, tapi writing masih 5.5. Terus nekat daftar UoB. Sesuai dengan pesan ibuku: bukan admission office yang menentukan, tapi Allah. Di saat-saat seperti ini aku beneran jadi alim.

Selain IELTS, ada syarat-syarat lain yang dibutuhkan. Ada beberapa essay yang ditulis. Juga dua surat rekomendasi. Surat rekomendasi satu dari dosen, satu dari atasan. Untuk essay... Thanks to someone... You've helped me a lot. Beberapa bulan kemudian.. aku mendapat conditional offer letter. Butuh IELTS yang cukup untuk bisa mendapatkan unconditional offer letter. Oke tes IELTS lagi. Kali ini harus pake preparation. Tapi kemudian negara api kembali menyerang. Lagi-lagi aku hampir nggak ada waktu untuk preparation. Bukan sok sibuk, tapi beneran deh dulu aku sibuk banget :(

Seminggu setelah seleksi substansi LPDP, aku tes IELTS lagi. Kali ini lebih nggak ada persiapan. Hasilnya... Jeblok. Masih 6.5 tapi tetep aja writing-nya kurang. Haaahhh harus segera tes IELTS lagi secepatnya. Demi unconditional offer letter. Demi nggak di-kick dari PK-74 tercinta. Jadilah aku nggak datang ke nikahan roommate aku demi IELTS. Kali ini aku harus bisa. Alhamdulillah bisa. Dapat 7.5. Langsung aku scan dan kirim sertifikat IELTS ke UoB. Nunggu lama. Dari tanggal 1 Agustus sampai 26 Agustus 2016. Lama, tapi nggak selama nunggu jodoh. Sampe beberapa hari setelah PK aku mendapat uncoditional offer letter dan CAS. Alhamdulillah...

Oke, perjuangan masih belum selesai. Aku masih harus mengurus beberapa berkas agar bisa berangkat ke UoB tepat waktu, untuk mengikuti induction week di tanggal 19 September 2016 nanti.

PS: Khusus untuk IELTS, nanti aku akan menuliskan dalam satu pos tersendiri ^^

Wish Me Luck!!!

Sunday, August 21, 2016

Persiapan Keberangkatan Angkatan 74: 130 Cerita, 6 Hari, 1 Mimpi

Persahabatan kami berawal jauh sebelum kami betul-betul bertatap muka, awal Juni 2016. Kami saling mengenal lewat telegram, hingga saat waktu berlalu, beberapa dari kami mulai sering bertemu. Pada akhirnya, 15 Agustus 2016 kami betul-betul bertatap muka secara lengkap. Inilah kisah Persiapan Keberangkatan (PK) 74 LPDP, Rajawali Guinandra dari sudut pandang-ku. Terlalu banyak kisah yang bisa diceritakan, setiap detiknya begitu berharga. Pada kesempatan lain aku akan berbagi setiap detail dari kisah itu, karena aku tak ingin kisah ini hilang dari pikiranku dan menjadi memori belaka.

15 Agustus 2016, kami memulai perjalanan ini bersama. Berawal dari PIC menyapa, berakhir dengan bernyanyi bersama. Lagu angkatan Terbanglah Rajawali Guinandra yang membahana, mengingatkan setiap kenangan manis yang kami punya. Setiap detik yang aku lewati bersama kalian begitu berharga, begitupun pelajaran yang kalian berikan untuk bekal hariku berikutnya.

Begitu banyak perubahan yang diberikan oleh 129 orang padaku. Selamat, kalian sukses membuatku mau berolahraga selain yoga, bahkan aku mencoba bermain voli meskipun hanya melihat bola itu melambung melewati net yang tertutup kantong plastik. Kalian berhasil membuatku lepas dan menjadi diri sendiri, sesuatu yang sudah lama tak ku lakukan. Aku lupa kapan terakhir kali aku bergoyang dan berteriak sedemikian lepas. Percayalah, keseharianku sangat jauh dari semua itu.

Aku berharap mendapat satu inspirasi baru dari PK kita, tapi ternyata aku gagal. Aku mendapat 129 inspirasi baru. Kalian mengajarkanku untuk bersyukur atas semua yang aku miliki. Kalian menyembuhkan mati rasa yang aku alami, sebelum kita bertemu. Melihat dunia dari berbagai sisi sungguh membuatku sadar betapa berartinya hidup ini.

Enam hari waktu yang begitu singkat. Ada 130 cerita di sana, dari 130 anak Indonesia, namun aku tahu kita semua memiliki satu mimpi untuk Indonesia yang lebih baik. Kalau boleh jujur, aku lupa kapan terakhir kali aku jatuh cinta. Sebelum bertemu kalian tentunya. Dan sekarang, bersama kalian, aku merasakan jatuh cinta lagi. Bukan hanya satu cinta, tapi 129 cinta.

Kalau boleh aku jujur, aku sungguh bersyukur kita hanya melewati waktu bersama-sama selama enam hari. Enam hari yang cukup membuaku susah untuk move on. Atau mungkin lebih baik aku tak pernah move on. Aku ingin membawa semangat yang aku rasakan bersama kalian, dimanapun dan kapanpun aku melangkah. Bayangkan akan segalau apa kita kalau bersama-sama lebih lama lagi.

Di sesi PIC menyapa, kita diberi satu petuah: PK itu kejam, mempertemukan untuk memisahkan. Aku tentu saja tidak setuju. Aku lebih suka berpikir: PK itu baik, mempertemukan untuk dipertemukan kembali suatu hari nanti dalam kondisi yang lebih baik. Pada titik ini aku merindukan tidur hanya dua jam dan juga mandi seadanya. Sungguh aku begitu merindukan hal itu.

Terima Kasih teman-teman RaGa untuk semua cerita dan setiap detik yang kita lalui bersama.

You're all hard to find, difficult to leave and impossible to forget

With Love,
Cesty

Friday, July 1, 2016

Kisah Berburu Beasiswa Bagian 2: Seleksi Substansi LPDP

Dan saya pun dinyatakan lolos seleksi administrasi. Terus dilemma. Seneng sih lolos seleksi administrasi, which means one stop closer to be an awardee. Tapi bingung, karena seleksi substansi bertepatan dengan Diklat Monev yang diadakan kantor. Tidak semua orang bisa ikut diklat ini. Diklat-nya sendiri dilaksanakan di Jogja, kota yang sudah saya tetapkan sebagai My Second Hometown. Apalagi lokasinya dekat dengan kosan saya dulu, uweeee sudah terbayanglah ngopi film di Platinum dan makan zuppa soup di Zupparella, plus potong rambut super murah di Rinjani. Di sinilah kesungguhan saya diuji.

Akhirnya saya memilih ikut seleksi substansi LPDP Batch 2. Siapa tahu kan sekolah menjadi jalan saya bertemu jodoh *loh*. Joking. Sedikit ribet sih mengurus pembatalan keikutsertaan saya dalam Diklat. Harus menelepon sana sini, naik turun lantai 3 ke lantai 1 pakai tangga. In the end, everything was done well.

Tibalah hari seleksi substansi LPDP. 18-20 Mei 2016. Tanggal 18 Mei pagi hari jam 06.00, saya sudah siap berangkat menuju ke Kampus STAN di Bintaro. Jam 06.15 saya tiba di Stasiun Duren Kalibata dan.... ternyata ada KRL anjlok di Sudirman. Oke, ini ujian pertama. Saya langsung mengecek Uber. Uber mobil kosong di daerah sekitar situ, sementara kalau naik Uber motor nanti Hayati bisa sakit punggung terus nggak maksimal pas ngerjain essay maupun LGD. Untung ada GrabCar. Akhirnya saya naik GrabCar. Butuh waktu 1,5 jam sampai akhirnya tiba di Kampus STAN. Jalanan cukup padat (bukan Jakarta namanya kalau nggak macet di pagi hari). Ngos-ngosan, padahal naik mobil.

Tes pertama adalah on the spot essay. Saya mendapatkan kelompok 3A. Sebelum masuk ruangan tes, kami sudah berkenalan terlebih dahulu. Yah, setidaknya kalau nggak lolos minimal mendapatkan teman dan relasi baru. Btw, saya sempat kenalan dengan beberapa peserta lain juga. Terus saya merasa sebagai butiran debu. Ngeri-ngeri. Mereka sudah punya banyak pencapaian di usia yang masih muda, sedangkan saya hanya remah-remah nastar yang terjatuh di lantai. Overall, on the spot essay-nya susah. Ada dua pilihan topik untuk dijadikan essay. Yang pertama tentang kompetensi Indonesia untuk bersaing di dunia internasional dan yang kedua tentang LGBT. Saya memilih yang kedua. Dan setelah essay berakhir, ternyata saya satu-satunya dari kelompok 3A yang memilih topik tersebut. Seketika saya merasa bodoh kenapa memilih itu. Kata peserta lain, topik LGBT itu terlalu sensitif dan riskan apabila kita mengemukakan pendapat. Well, saya terdiam lesu. Pokoknya ini salah rapat pembahasan Konvensi Minamata yang menyinggung LGBT dua minggu sebelumnya yang membuat saya terngiang-ngiang soal topik LGBT! Saya langsung panik di dalam hati dan mulai menyampahi teman-teman saya.

Salah satu teman saya menenangkan saya. Katanya itu menunjukkan kalau saya berani mengungkapkan pendapat dan berani berbeda. Lagipula essay saya kan menawarkan solusi terhadap permasalahan tersebut. Well, sedikit lega meskipun dalam hati tetap menjerit. 

Tes kedua adalah Leaderless Group Discussion. Topik-nya sih nggak terlalu sulit, soal korupsi di lembaga pemerintahan. Yes! Nggak sulit sih, karena saya bekerja di salah satu lembaga pemerintahan di negeri ini. Paling nggak secara substansi nggak susah. Sayangnya saya lupa kalau saya selalu bermasalah sama ketegangan. I'm lack of confidence sampai-sampai lupa apa Bahasa Inggris Mahkamah Agung. Ujay breathing yang saya pelajari dalam kelas yoga tidak banyak membantu. Huhuhu. Pasrah saja lah. 

Setelah LGD, waktunya makan siang. Kelompok 3A memutuskan makan siang di Bintaro Exchange. Sate Khas Senayan. I felt happy for making some new friends. 

Jam 15.00 kami sudah siap kembali ke STAN. Waktunya verifikasi berkas. Nggak lama lah, cukup cek-cek apakah berkas yang kita bawa asli apa nggak. That's it. Sekitar jam 4 sore, saya pulang dan sampai di Kalibata jam 5 sore. Waktunya makan enak dan tidur supaya esok hari bisa maksimal saat wawancara.

Tanggal 19 Mei 2016 adalah hari wawancara. Saya mendapatkan jadwal jam 8 pagi! Tepat jam 5 pagi, saya berangkat dari Kalibata. Kali ini memilih langsung naik Uber Mobil. Pagi banget? Sengaja biar sempet menata hati dan pikiran menjelang wawancara. Saya selalu nervous kalau berhadapan one-on-one apalagi one-on-three. Tepat jam 8 saya melakukan sesi wawancara. Kemudian langsung teringat saat wawancara CPNS dulu. Langsung dihadapkan pada 3 pewawancara.

Pertanyaan awal standar lah kenapa memilih University of Birmingham dan International Relations, serta korelasi pendidikan ini dengan cita-cita dan pekerjaan saya. Ini tidak terlalu susah. Karena saya memang memilih semua ini dari hati. Cieh. 

Ada dua pertanyaan yang menurut saya bisa membuat jawaban saya terdengar bodoh. Pertanyaan pertama adalah kenapa saya tidak memilih menjadi diplomat. Well, jawaban saya: karena saya tidak mau pakai high heels setiap hari. Pewawancara-nya sampai terlihat shock. Mungkin mereka tidak menyangka saya akan memberika jawaban seperti itu, mengingat sepanjang wawancara jawaban-jawaban saya selalu bernilai substansi (cieh, ini anggapan aku aja sih). Tapi itu jawaban jujur kok. Pertanyaan kedua adalah soal jodoh. Jeng jeng. Terus aku galau. Hahaha.

Mostly pertanyaannya adalah soal konflik Laut China Selatan, karena aku menjawab ingin menulis thesis tentang isu ini. Ketiga pewawancara langsung tertarik dengan topik ini, meskipun mereka tidak memiliki latar belakang ilmu hubungan internasional atau hukum internasional. Well, this is the power of IR: everyone can enjoy it no matter who he is. 

Sesi wawancara selesai pukul 09.00. Aku sempat mengobrol dengan teman-ku dari Kementerian Luar Negeri sebelum pulang. Kami saling sharing tentang pengalaman wawancara kami. Seru.

Sekedar tips untuk wawancara LPDP: be yourself and be honest. Jangan pernah berbohong dan memberikan jawaban yang dibuat-buat. Malam sebelumnya salah satu teman memberikan tips agar saya berdandan maksimal dan memakai high heels saat wawancara. Alhamdulillah tidak saya turuti. Hehehe. Seandainya saja dituruti, mungkin pewawancara akan menganggap saya berbohong saat menjawab pertanyaan kenapa saya tidak mau masuk Kemlu.

Long story short, I was accepted as an awardee. Yeeeyyy. Tentu saja senang, tapi perjuangan masih panjang. This is not impossible but do-able and needs extra effort. Aja aja Fighting!

Friday, June 10, 2016

Kisah Berburu Beasiswa Bagian 1: Seleksi Administrasi LPDP

You Reap What You Sow

Perjuanganku untuk mendapatkan beasiswa dimulai pada tahun 2015. Tepatnya setelah lebaran. Aku ingin melanjutkan kuliah pada tingkat master ke Inggris. Setelah bertemu dan mendapatkan penjelasan dari perwakilan University of Birmingham yang hadir pada UK Education Expo, akhirnya aku memilih untuk mendaftar di universitas ini. Pendaftaran sendiri baru aku mulai pada bulan Oktober 2015, karena aku menunggu SK pengangkatan terlebih dahulu di kantor (Ini balada seorang PNS, lain waktu aku akan menceritakan soal ini).

Pendaftaran ke UoB dimulai dengan membuat akun pada portal akademiknya. Prosedurnya standar lah: mengisi data diri, menulis short essay, dan memasukkan surat rekomendasi (aku mendapat surat rekomendasi dari atasan dan dosenku). Jurusan yang aku pilih adalah International Relations (Security), sesuai dengan minat, latar belakang pendidikan dan pekerjaan saat ini. Oh iya, sebelumnya aku sudah mengikuti tes IELTS pada bulan Agustus 2015. Hasilnya pas-pasan lah. Tanpa ikut les dan memang aku mengakui tidak terlalu banyak persiapan. Sejujurnya tes ini karena aku impulsif.

Selain mendaftar ke UoB, aku juga mendaftar untuk beasiswa Chevenings. Singkatnya aku belum berhasil untuk lolos Chevenings ini. Tapi pada saat yang bersamaan, aku mendapat Conditional LoA dari UoB. Rasanya campur aduk. Sedikit desperate karena gagal lolos Chevenings tapi aku tidak mau LoA-ku sia-sia. Pilihannya adalah mendaftar beasiswa LPDP. Aku mendaftar untuk batch 2 tahun 2016. Alhamdulillah, aku lolos seleksi administrasi dan substansi untuk selanjutnya mengikuti Persiapan Keberangkatan (sampai sekarang aku masih menunggu jadwal PK ini).

Terlihat mudah? Sebenarnya tidak sama sekali. Seperti pepatah yang aku tulis di atas, kita mendapatkan apa yang kita perjuangkan. Hasil tidak akan mengkhianati usaha dan doa. Untuk post pertama ini, aku akan menceritakan perjuanganku lolos seleksi administrasi LPDP.

Pertama-tama, kita harus membuat akun terlebih dahulu pada situs LPDP. Pengisian formulir di sana harus dilakukan secara hati-hati, dan perlu dicek berulang kali untuk menghindari kesalahan. Setelah mengisi formulir, ada syarat-syarat pendaftaran lain yang harus dilengkapi: essay tentang kontribusiku bagi Indonesia, sukses terbesar dalam hidup dan rencana studi. Selain itu ada juga dokumen-dokumen yang harus dilengkapi: ijazah dan transkrip S1, LoA, sertifikat kemampuan berbahasa, surat pernyataan sesuai format LPDP, surat izin atasan, surat rekomendasi dan surat keterangan sehat, bebas narkoba dan bebas TBC. Selain itu juga ada SKCK yang perlu disiapkan. Perjuangan dimulai di sini. Bagiku, yang paling memerlukan perjuangan adalah surat keterangan sehat, bebas narkoba dan bebas TBC, serta SKCK.

Untuk mendapatkan ketiga surat dari rumah sakit tersebut, aku mencari-cari referensi dari teman dan beberapa blog. Pilihanku akhirnya jatuh pada Rumah Sakit Tarakan, karena pertimbangan harga yang relatif murah dan jaraknya yang dekat dari kantor. Pembuatan ketiga surat sakti itu tidak bisa dilakukan dalam sehari. Dua hari. Menurutku pelajayanan di RSUD Tarakan cukup bagus. Terima kasih pada reformasi birokrasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Setelah absen pagi di kantor, aku meminta izin atasan untuk mengurus surat-surat sakti tersebut. Alhamdulillah, semua atasanku mendukungku untuk melanjutkan kuliah. Tiba di RSUD Tarakan, aku diarahkan ke Poli Cendana di bagian belakang gedung. Sampai di sana, aku diminta mendaftar terlebih dahulu untuk selanjutnya menunggu dipanggil. Setelah dipanggil, aku diarahkan ke kasir untuk membayar. Total untuk ketiga surat tersebut 520 ribu rupiah. Cukup murah dibandingkan dengan teman-temanku yang berburu surat di RS Fatmawati maupun RS Persahabatan.

Selesai urusan bayar membayar, aku diarahkan ke bagian MCU. Prosedurnya standar: isi form, ukur tinggi dan berat badan, cek tekanan darah dan konsultasi dokter. Setelah itu aku diarahkan ke laboratorium untuk cek darah dan urine. Selesai dari MCU, aku diberikan surat pengantar untuk melakukan ronsen di bagian radiologi. Errrr menurutku ruangan radiologi ini yang membuatku memberikan penilaian "cukup bagus". Ruangannya memprihatinkan. Gelap dan letaknya agak terpencil. Tidak ada ruang tunggu yang memadai di sana. Tapi pelayanan petugasnya bagus. Mereka ramah dan informatif. Setelah melakukan ronsen, aku diminta pulang dan kembali lagi pada hari kerja berikutnya untuk mengambil hasil tes dan konsultasi dengan dokter paru.

Hari kedua... Pertama-tama aku menuju ke MCU. Di sana aku diberikan hasil ronsen dan surat rujukan ke dokter paru. Selanjutnya disuruh menunggu dokter paru-nya datang. Cukup lama. Padahal aku sudah datang pagi. Memang dokter-nya ternyata datangnya agak siang. Di dokter paru cukup sebentar saja. Lima belas menit lah. Hanya dilihat hasil ronsen, cek nafas dan ditanya soal riwayat penyakit. Alhamdulillah hasilnya normal semua.

Dari dokter paru, aku kembali ke bagian MCU sambil menyerahkan hasil pemeriksaan TBC. Sekali lagi aku diminta menunggu sambil seluruh surat dibuat. Tidak lama kok menunggunya, hanya sekitar 10 menit. Sayangnya... jeng jeng... ternyata dokter paru lupa menandatangani surat keterangan bebas TBC-ku! Aku diminta kembali ke ruang praktik dokter paru, yang ternyata sedang dipanggil Direktur RSUD. Ah yasudahlah, semoga saja perjuangan ini sebanding dengan hasilnya. Sekitar setengah jam menunggu, sampai aku bertemu dengan dokter paru untuk meminta tanda tangan. Tadaaaa selesailah seluruh surat sakti dari RSUD. Alhamdulillah. Siap untuk di-upload.

Untuk pembuatan SKCK, sebenarnya tidak melelahkan. Cepat dan jelas. Tapiiii... Aku harus pulang ke rumah untuk mengurus semuanya. Lelah hayati.

Aku mengajukan cuti dua hari untuk itu. Hari pertama aku mengurus perpanjangan KTP, sedangkan hari kedua dimanfaatkan untuk mengurus SKCK. Lebih capek mengurus KTP daripada SKCK karena jarak Kantor Kecamatan dan Dinas Dukcapil yang jauh dari rumah. SKCK-nya sendiri cepat. Datang jam 9, jam 10 sudah selesai. Lama-nya di bagian mengisi formulir saja.

Alhamdulillah seluruh dokumen selesai pada waktunya. Untuk SKCK memang tidak perlu diupload di portal LPDP, cukup dibawa saat kita verifikasi dokumen setelah pengumuman lolos administrasi. Tanggal 27 April 2016, aku mendapat email dari LPDP yang menyatakan bahwa aku lolos seleksi administrasi. Alhamdulillah lagi. Btw, sepanjang hari aku sudah berdebar menunggu hasilnya. Ternyata oh ternyata email-nya baru dikirim jam 9 malam.

Berdasarkan email selanjutnya, aku mendapat informasi bahwa seleksi substansi-ku dilakukan pada tanggal 18-20 Mei 2016 di STAN Jakarta. Perjuangan belum berakhir. Pada post selanjutnya aku akan menceritakan bagaimana aku berjuang dalam seleksi substansi itu.