Friday, July 1, 2016

Kisah Berburu Beasiswa Bagian 2: Seleksi Substansi LPDP

Dan saya pun dinyatakan lolos seleksi administrasi. Terus dilemma. Seneng sih lolos seleksi administrasi, which means one stop closer to be an awardee. Tapi bingung, karena seleksi substansi bertepatan dengan Diklat Monev yang diadakan kantor. Tidak semua orang bisa ikut diklat ini. Diklat-nya sendiri dilaksanakan di Jogja, kota yang sudah saya tetapkan sebagai My Second Hometown. Apalagi lokasinya dekat dengan kosan saya dulu, uweeee sudah terbayanglah ngopi film di Platinum dan makan zuppa soup di Zupparella, plus potong rambut super murah di Rinjani. Di sinilah kesungguhan saya diuji.

Akhirnya saya memilih ikut seleksi substansi LPDP Batch 2. Siapa tahu kan sekolah menjadi jalan saya bertemu jodoh *loh*. Joking. Sedikit ribet sih mengurus pembatalan keikutsertaan saya dalam Diklat. Harus menelepon sana sini, naik turun lantai 3 ke lantai 1 pakai tangga. In the end, everything was done well.

Tibalah hari seleksi substansi LPDP. 18-20 Mei 2016. Tanggal 18 Mei pagi hari jam 06.00, saya sudah siap berangkat menuju ke Kampus STAN di Bintaro. Jam 06.15 saya tiba di Stasiun Duren Kalibata dan.... ternyata ada KRL anjlok di Sudirman. Oke, ini ujian pertama. Saya langsung mengecek Uber. Uber mobil kosong di daerah sekitar situ, sementara kalau naik Uber motor nanti Hayati bisa sakit punggung terus nggak maksimal pas ngerjain essay maupun LGD. Untung ada GrabCar. Akhirnya saya naik GrabCar. Butuh waktu 1,5 jam sampai akhirnya tiba di Kampus STAN. Jalanan cukup padat (bukan Jakarta namanya kalau nggak macet di pagi hari). Ngos-ngosan, padahal naik mobil.

Tes pertama adalah on the spot essay. Saya mendapatkan kelompok 3A. Sebelum masuk ruangan tes, kami sudah berkenalan terlebih dahulu. Yah, setidaknya kalau nggak lolos minimal mendapatkan teman dan relasi baru. Btw, saya sempat kenalan dengan beberapa peserta lain juga. Terus saya merasa sebagai butiran debu. Ngeri-ngeri. Mereka sudah punya banyak pencapaian di usia yang masih muda, sedangkan saya hanya remah-remah nastar yang terjatuh di lantai. Overall, on the spot essay-nya susah. Ada dua pilihan topik untuk dijadikan essay. Yang pertama tentang kompetensi Indonesia untuk bersaing di dunia internasional dan yang kedua tentang LGBT. Saya memilih yang kedua. Dan setelah essay berakhir, ternyata saya satu-satunya dari kelompok 3A yang memilih topik tersebut. Seketika saya merasa bodoh kenapa memilih itu. Kata peserta lain, topik LGBT itu terlalu sensitif dan riskan apabila kita mengemukakan pendapat. Well, saya terdiam lesu. Pokoknya ini salah rapat pembahasan Konvensi Minamata yang menyinggung LGBT dua minggu sebelumnya yang membuat saya terngiang-ngiang soal topik LGBT! Saya langsung panik di dalam hati dan mulai menyampahi teman-teman saya.

Salah satu teman saya menenangkan saya. Katanya itu menunjukkan kalau saya berani mengungkapkan pendapat dan berani berbeda. Lagipula essay saya kan menawarkan solusi terhadap permasalahan tersebut. Well, sedikit lega meskipun dalam hati tetap menjerit. 

Tes kedua adalah Leaderless Group Discussion. Topik-nya sih nggak terlalu sulit, soal korupsi di lembaga pemerintahan. Yes! Nggak sulit sih, karena saya bekerja di salah satu lembaga pemerintahan di negeri ini. Paling nggak secara substansi nggak susah. Sayangnya saya lupa kalau saya selalu bermasalah sama ketegangan. I'm lack of confidence sampai-sampai lupa apa Bahasa Inggris Mahkamah Agung. Ujay breathing yang saya pelajari dalam kelas yoga tidak banyak membantu. Huhuhu. Pasrah saja lah. 

Setelah LGD, waktunya makan siang. Kelompok 3A memutuskan makan siang di Bintaro Exchange. Sate Khas Senayan. I felt happy for making some new friends. 

Jam 15.00 kami sudah siap kembali ke STAN. Waktunya verifikasi berkas. Nggak lama lah, cukup cek-cek apakah berkas yang kita bawa asli apa nggak. That's it. Sekitar jam 4 sore, saya pulang dan sampai di Kalibata jam 5 sore. Waktunya makan enak dan tidur supaya esok hari bisa maksimal saat wawancara.

Tanggal 19 Mei 2016 adalah hari wawancara. Saya mendapatkan jadwal jam 8 pagi! Tepat jam 5 pagi, saya berangkat dari Kalibata. Kali ini memilih langsung naik Uber Mobil. Pagi banget? Sengaja biar sempet menata hati dan pikiran menjelang wawancara. Saya selalu nervous kalau berhadapan one-on-one apalagi one-on-three. Tepat jam 8 saya melakukan sesi wawancara. Kemudian langsung teringat saat wawancara CPNS dulu. Langsung dihadapkan pada 3 pewawancara.

Pertanyaan awal standar lah kenapa memilih University of Birmingham dan International Relations, serta korelasi pendidikan ini dengan cita-cita dan pekerjaan saya. Ini tidak terlalu susah. Karena saya memang memilih semua ini dari hati. Cieh. 

Ada dua pertanyaan yang menurut saya bisa membuat jawaban saya terdengar bodoh. Pertanyaan pertama adalah kenapa saya tidak memilih menjadi diplomat. Well, jawaban saya: karena saya tidak mau pakai high heels setiap hari. Pewawancara-nya sampai terlihat shock. Mungkin mereka tidak menyangka saya akan memberika jawaban seperti itu, mengingat sepanjang wawancara jawaban-jawaban saya selalu bernilai substansi (cieh, ini anggapan aku aja sih). Tapi itu jawaban jujur kok. Pertanyaan kedua adalah soal jodoh. Jeng jeng. Terus aku galau. Hahaha.

Mostly pertanyaannya adalah soal konflik Laut China Selatan, karena aku menjawab ingin menulis thesis tentang isu ini. Ketiga pewawancara langsung tertarik dengan topik ini, meskipun mereka tidak memiliki latar belakang ilmu hubungan internasional atau hukum internasional. Well, this is the power of IR: everyone can enjoy it no matter who he is. 

Sesi wawancara selesai pukul 09.00. Aku sempat mengobrol dengan teman-ku dari Kementerian Luar Negeri sebelum pulang. Kami saling sharing tentang pengalaman wawancara kami. Seru.

Sekedar tips untuk wawancara LPDP: be yourself and be honest. Jangan pernah berbohong dan memberikan jawaban yang dibuat-buat. Malam sebelumnya salah satu teman memberikan tips agar saya berdandan maksimal dan memakai high heels saat wawancara. Alhamdulillah tidak saya turuti. Hehehe. Seandainya saja dituruti, mungkin pewawancara akan menganggap saya berbohong saat menjawab pertanyaan kenapa saya tidak mau masuk Kemlu.

Long story short, I was accepted as an awardee. Yeeeyyy. Tentu saja senang, tapi perjuangan masih panjang. This is not impossible but do-able and needs extra effort. Aja aja Fighting!

No comments:

Post a Comment