Tuesday, February 21, 2017

After Six Months

Waktu begitu cepat berlalu. Tidak terasa hampir enam bulan aku tinggal di Birmingham, sebuah kota di Inggris yang berjarak sekitar 10 ribu mil dari rumahku. Rasanya baru kemarin aku menginjakkan kaki di Birmingham International Airport, dijemput oleh Mas Andrie yang akhirnya menjadi housemate-ku, keliling mencari akomodasi, kebingungan memesan makanan di tempat makan sepanjang Selly Oak, berkeliling city center bersama Mas Ardi sebelum dia pulang ke Indo, dan sekarang aku sudah bisa melakukan banyak hal sendiri selama tinggal di sini. Well, termasuk berkeliling ke kota-kota lain di Inggris seorang diri.

Kesanku tentang negara ini: aku sukaaaaa, tentu saja dengan mengesampingkan cuaca yang berubah-ubah semau sendiri (as my friend said: welcome to UK!) dan juga makanan. Kalau untuk makanan, masakan Indonesia masih juara di lidahku. Aku merindukan bebek madura di depan apartemen dulu, serta ayam kremes dan pecel lele di daerah Setiabudi. Yang jelas, aku rindu dengan semua masakan ibuku!!!

Sejauh ini aku tidak mengalami homesick yang parah. Kehidupan sosialku juga lebih baik daripada ketika tinggal di Jakarta. Bagaimana mau punya kehidupan sosial yang baik kalau sebagian besar waktu digunakan untuk menembus kemacetan Jakarta. Aku senang dengan orang-orang di sini, I make a lot of new friends in the past six months. Teman-teman sekelas-ku juga menyenangkan dan helpful

Aku bingung ketika orang bertanya hal yang paling aku sukai ketika tinggal di sini. Terlalu banyak. Aku senang tidak ada orang yang peduli ketika aku memakai jumper dan celana jeans ketika pergi ke kampus, lengkap dengan sepatu kets. Sesuatu yang tidak mungkin aku kenakan untuk pergi ke kantor. Aku senang dengan tradisi minum teh di Inggris. Aku senang dengan keramahan orang Inggris kepada para pendatang. Oh iya, sebagai seorang Muslim aku tidak menemukan kesulitan untuk beribadah ketika tinggal di Birmingham. Kota ini bahkan memiliki multi-faith room di stasiun-nya. Tempat tinggalku di sini juga dekat dengan masjid. Meskipun memang suara adzan tidak dikumandangkan dengan speaker.

Bagaimana dengan culture shock? Sejujurnya aku tidak menemukan kesulitan yang berarti. Masalah bahasa di awal-awal pasti lah aku hadapi, tapi sekarang aku sudah terbiasa. Kunci-nya: be yourself. Aku bersyukur teman-temanku memiliki rasa toleransi yang tinggi. Saat datang ke party mereka, aku selalu diberi menu masakan non-pork dan non-alcohol. I'm lucky to meet them! 

Kesanku tentang kota-kota lain di Inggris juga bagus. Sejauh ini aku baru ke London, Liverpool, Manchester, Bath, Oxford, York, Glasgow, Edinburgh, Lancaster dan Nottingham. Tidak termasuk kota-kota di sekitar Birmingham dengan waktu tempuh kurang dari satu jam ya. 

So after six months, I fall for this country. However, I still miss my home. I miss my family and the Indonesian foods. There's no more complain about the cold weather here, but like The Passenger says: only miss the sun when it starts to snow. 

No comments:

Post a Comment